Selasa, 01 Desember 2015

PEMANFAATAN KAWASAN KONSERVASI LAUT SEBAGAI USAHA BUDIDAYA PERIKANAN LAUT



Kawasan konservasi adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Kawasan Konservasi Perairan atau marine protected area adalah wilayah perairan laut termasuk pesisir dan pulau-pulau kecil yang mencakup tumbuhan dan hewan, termasuk bukti peninggalan sejarah dan sosial-budaya di bawahnya, yang dilindungi secara hukum, baik dengan melindungi seluruh atau sebagian wilayah tersebut. Kawasan Konservasi Perairan meliputi Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD), Taman Nasional Laut (TNL), Taman Wisata Alam Laut (TWAL), Cagar Alam Laut (CAL), Suaka Margasatwa Laut (SML), Daerah Perlindungan Laut (DPL)/Daerah Perlindungan Mangrove (DPM), Suaka Perikanan (SP). Tujuan dilakukannya konservasi adalah untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian sumberdaya alam dan keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat serta mutu kehidupan manusia.

Pemanfaatannya Kawasan Konservasi Laut Sebagai Kawasan Usaha
Usaha Budidaya Perikanan
Secara umum, usaha budidaya perikanan (laut) merupakan usaha  alternatif ketika areal penangkapan di berbagai wilayah perairan menghadapi kondisi tangkap lebih (over fishing). Untuk memacu produktivitas perikanan budidaya diperlukan penguatan jaringan produksi, pemasaran, kelembagaan, dan pembenahan usaha-usaha budidaya yang sudah berjalan agar lebih meningkat. Kegiatan budidaya perikanan di Kawasan Konservasi Perairan tentu saja tidak dapat dilakukan seleluasa usaha budidaya di kawasan perairan yang tidak dikonservasi. Pengaturan usaha budidaya di dalam Kawasan Konservasi Perairan diperlukan agar tidak mengganggu keberlanjutan Kawasan Konservasi Perairan. Oleh karena itu, ada sejumlah batasan-batasan yang terkait dengan skala usaha, jenis ikan, jenis pakan, sarana yang digunakan, dan penggunaan bahan-bahan kimia lainnya, agar tidak menggangu kondisi sumber daya hayati dan ekosistem di dalam Kawasan Konservasi Perairan

Pelaksanaan kegiatan budidaya perikanan di kawasan konservasi perairan melewati beberapa tahapan-tahapan tata-tata cara budidaya ikan yang baik (ramah lingkungan) memelihara dan membesarkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol sehingga memberikan jaminan keamanan pangan dari pembudidayaan dengan memperhatikan sanitasi, pakan, obat ikan, dan bahan kimia, serta bahan biologis. Daya Dukung (Kesesuaian Fungsi Kawasan, Potensi Kawasan) Sebelum dilakukan budidaya, di zona berkelanjutan hendaknya dilakukan analisis kesesuaian lahan untuk tujuan budidaya tertentu. Adanya analisis kesesuaian lahan ini akan memungkinkan terjadinya budidaya secara optimal dan berkelanjutan yang menjamin konservasi tanpa menimbulkan terjadinya degradasi sumberdaya perairan dan lingkungan.

Jenis ikan yang dibudidaya di kawasan konservasi perairan adalah jenis ikan lokal yang bertujuan untuk konservasi spesies dan low input. Jenis ikan yang dibudidaya di kawasan konservasi perairan diutamakan pada jenis ikan yang dalam praktek budidayanya tidak perlu diberikan pakan tambahan atau kalaupun diberi pakan tambahan, pemberiannya hanya sekali-kali serta tidak perlu diberi obat-obatan dan dalam kegiatan budidaya tersebut diperlukan kualitas air yang baik. Jumlah unit usaha budidaya ikan di kawasan konservasi perairan dibatasi dengan pertimbangan daya dukung lingkunganny. Jumlah unit usaha yang diperbolehkan di kawasan konservasi, hendaknya disesuaikan dengan daya dukung lingkungan kawasan perairan tersebut. Oleh karenanya maka sebelum menentukan jumlah unit usaha hendaknya dilakukan penghitungan terhadap daya dukung lingkungan kawasan perairan tersebut.

Kesimpulan
Dari kajian dan pendekatan teoritis ini dapat disimpulkan dahwa aktivitas yang berpeluang dilakukan di dalam kawasan konservasi tidak hanya terfokus pada kegiatan pariwisata, penelitian, dan pendidikan, tapi juga pada kegiatan perikanan budi daya dan perikanan tangkap, dengan melibatkan para pemangku kepentingan. Kawasan konservasi perairan bukan merupakan wilayah ”eksklusif” yang hanya bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Perspektif ini untuk menegaskan kepada kita semua bahwa kawasan konservasi perairan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk berbagai keperluan kehidupan manusia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, diharapkan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap pemanfaatan kawasan konservasi perairan memiliki kesadaran kolektif untuk bertanggung jawab secara penuh terhadap kelangsungan hidup sumber daya perikanan dan kelautan, serta kelestarian ekosistem di dalam kawasan konservasi perairan.









Sabtu, 26 September 2015

Kabut Asap VS Coral Bleaching

Beberapa pekan terakhir ini daerah Indonesia bagian barat khususnya daerah Riau, Sumatera Selatan, Jambi dan Sumatera Barat dilanda kabut asap yang disebabkan oleh kebakaran hutan di beberapa wilayah tersebut. hal ini justru sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat, penyakit yang dapat disebabkan oleh kabut asap ini antara lain adalah  ispa,  iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokan, serta menyebabkan reaksi alergi, peradangan dan mungkin juga infeksi, kabut asap juga dapat memperburuk penyakit asma dan penyakit paru kronis lain, seperti bronkitis kronik, PPOK dan sebagainya.

Takhanya berbahaya bagi kesehatan manusia, kabut asap ini juga tenggah mengancam ekosisitem terumbu karang yang berada di sepanjang pantai Barat Sumatera, menurut pengamatan Toufan Phardana, Vany Helsa Anwar dan kawan-kawan di Padang beberapa pekan yang lalu telah terjadi pemutihan karang (Coral Bleaching) di beberapa titik di Sumatera Barat, Pantai Nirwana Padang, Pulau Kasiak Pariaman dan beberapa Pulau di Kawasan Mandeh Pesisir Selatan, hal ini di duga disebabkan oleh kabut asap yang melanda wilaya Sumatera Barat. minimnya cahaya matahari masuk kelaut sehingga menghambat aktivitas fotosintesis terumbu karang menjadi relatif lebih rendah.


Coral Bleaching
 Foto : Vany Helsa Anwar

Fenomena kematian masal terumbu karang di perairan Sumatra Barat perjadi pada akhir tahun 2000.  penyebabnya adalah kabut asap yang menutupi sinar matahari masuk kelaut, sehingga memicu berkembangnya fitoplanton (Blooming fitoplankton) yang menyebabkan tidak dapatnya karang berfotosintesis dengan baik sehingga  berdampak buruk bagi kesehatan terumbu karang tidak hanya menggangu kesehatan tapi juga berdampak pada kematian karang.